
Peranan Shalat
Dalam Islam kita diwajibkan untuk mendirikan shalat sebagai wujud dari penghambaan kita kepada sang Khaliq. Shalat adalah satu ibadah yang benar-benar mendapatkan perhatian khusus oleh Allah dan sangat ditekankan untuk dilakukan. Sebagai contoh orang yang sakit pun masih diwajibkan untuk shalat meskipun dalam kondisi ini Allah memberikan keringanan dengan sholat dengan duduk ataupun dengan terbaring. Kewajiban shalat hanya akan terhenti saat kita telah tiada meskipun saat itu kita masih disholatkan oleh orang-orang disekitar kita. Salah satu fadhilah shalat adalah akan menjauhkan diri kita dari tindakan yang keji dan munkar.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan fahsya’ dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 29:45)
Sudah jelas dalam ayat diatas dikatakan bahwa shalat sejatinya adalah sebuah benteng yang kita bangun untuk menghindarkan diri kita dari perbuatan yang keji dan munkar. Secara teknis bisa dikatakan kalau kita sudah shalat maka kita akan tidak lagi berbuat yang keji dan mungkar. Sebuah implikasi yang logis kalau bisa diterapkan. Abul Aliyah mengatakan di dalam sholat itu ada tiga unsur penting, yaitu Ikhlas, khosyah ( takut ) dan dzikrullah ( ingat kepada Allah ). Maka jika tiap sholat tidak ada ketiganya, tidaklah disebut sholat. Karena dengan kandungan ikhlas akan mengajak kepada yang ma’ruf, khosy-yah akan mencegah kepada yang mungkar dan dzikrullah akan mencakup makna mengajak ma’ruf dan mencegah mungkar. Dengan konsep seperti itulah Shalat memiliki kekuatan untuk melakukan penjagaan diri yang kuat dari maksiat dan berbagai perbuatan keji dan mungkar. Inilah idealitas yang sebenarnya dibangun bagi setiap muslim.
Belum Terefleksikan di Kehidupan Nyata
Shalat akan mencegah kita dari perbuatan yang keji dan mungkar. Ini merupakan konsekuensi yang logis yang memang sudah menjadi hakikatnya. Dari sini akan muncul sebuah pertanyaan besar disaat Indonesia yang notabene adalah mayoritas muslim tentunya dengan rutinitas peribadatan shalat namun kenapa dalam praktiknya justru bobrok secara moralitas. Masih banyak di antara yang seringkali berbohong, mengumpat, dan melakukan perbuatan-perbuatan tercela lainnya. Bahkan tak jarang diantara kita yang sudah shalat 5 waktu penuh dalam sehari namun kita masih saja melakukan maksiat. Atau kalau kita tarik ke atas lagi, banyak pejabat kita yang kesehariannya shalat lima waktu namun mereka tak malu untuk korupsi memperkaya diri mereka. Kalau dalam istilah populernya dikenal dengan sebutan STMJ atau shalat terus maksiat jalan. Sungguh ironi kalau kita mengkaitkan fungsi shalat sebagai media untuk mencegah dan menahan diri kita untuk berbuat keji dan mungkar.
Akan muncul pertanyaan apakah ayat yang menyebutkan bahwa shalat akan menjaga kita dari perbuatan yang keji dan mungkar itu sudah tidak relevan untuk saat ini? Padahal kita sudah tau bahwa Al Quran adalah petunjuk kita yang sebenar-benarnya. Kalau demikian berarti yang menjadi permasalahan bukan karena shalatnya namun menjurus ke kualitas shalat yang dibangun oleh orang tersebut. Apakah shalat yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan yang dituntunkan Rasulullah SAW. Kemudian setelah semua itu sesuai dengan yang dituntunkan apakah pelaksanaan shalat kita sudah dilakukan dengan khidmat dan khusyu`. Bagaimana shalat bisa memberikan dampak pada kehidupan kita kalau perihal kekusyukan saja masih jauh.
Shalat sejatinya digunakan sebagai media untuk menjaga kita dari perbuatan keji dan mungkar. Melalui shalat kita bisa mengingat Allah. Dengan mengingat Allah inilah akan tersistem dalam hati kita konsep bagaimana kita bisa menilai suatu perbuatan kita ini baik atau tidak. Disaat kita akan berbuat buruk kita akan ingat kepada Allah, disaat kita akan berbohong kita akan ingat kepada Allah, disaat kita akan berbuat curang saat ujian kita akan ingat kepada Allah, disaat kita akan korupsi kita akan ingat kepada Allah. Inilah konsep sederhana mengapa shalat akan mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar yakni dari perspektif shalat akan kembali mengingatkan kita kepada Allah.
Kemudian yang kedua melalui shalat kita tentu memanjatkan doa untuk bisa selamat dunia akherat. Banyak doa yang kita panjatkan di dalam shalat, salah satunya adalah kita membaca surat Al Fatihah yang mana didalamnya terdapat doa-doa agar kita selalu berada di jalan-Nya. Senantiasa diberikan keistiqamahan di jalan yang lurus, bukan jalan orang yang sesat dan bukan jalan yang Allah murkai. Dengan doa-doa yang khusyuk dalam setiap shalat itu maka akan semakin menguatkan kita sebagai media penjagaan diri dari perbuatan keji dan mungkar.
Shalat Sebagai Solusi Fundamental
KH. Abdullah Gymnastiar dalam konsep perbaikan diri pernah berkata 3 M. Mulai dari saat ini, mulai dari hal yang terkecil, dan mulai dari diri sendiri. Seperti yang telah disampaikan diatas, bangsa ini memiliki banyak permasalahan yang kian lama kian kompleks. Masih banyak pelajar yang tawuran, freesex, pejabat kita yang korupsi dan lain sebagainya. Kalau kita amati sebenarnya tak bisa dipungkiri permasalahan-permasalahan itu bermula dari setiap pribadi yang belum bisa menjaga diri dari maksiat dan kesalahan. Apalagi kalau kita bicara kaum muslimin, bisa dikatakan memang belum semua dari kita yang sudah merepresentasikan keislaman kita dalam perilaku keseharian kita.
Berangkat dari kondisi di atas berarti kita bisa mengambil sebuah logika bahwa kita bisa memperbaiki segala permasalahan bangsa ini dengan memperbaiki pribadi masing-masing sebagai entitas terkecil kehidupan. Kalau sudah demikian, insya Allah perubahan dan perbaikan bangsa secara keseluruhan bisa disikapi. Seperti kata AA Gym, kita bisa memulai perbaikan sekompleks apapun melalui perbaikan dari hal yang paling kecil yakni melalui masing-masing personal untuk memperbaikan sebuah bangsa. Setelah itu yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita bisa memperbaiki pribadi masing – masing tersebut.
Dari sinilah kita bisa mengimplementasikan Shalat sebagai media perbaikan diri secara fundamental. Shalat sebagai media penjagaan diri dari perbuatan menyimpang dan maksiat. Tentunya kita bisa membuktikan itu semua jika melakukan shalat sesuai dengan mekanisme yang diteladankan Rasulullah, khusyuk dan runtut melakukan rukun-rukun shalat serta menghayati maksud dari setiap doa yang dipanjatkan. Insya Allah kalau kita benar-benar memahami setiap doa yang kita panjatkan dalam setiap sujud, rukuk, dan setiap fase dalam shalat, kita akan terjaga dalam beraktivitas sehari-hari dari perbuatan tercela ataupun maksiat. Apalagi dalam setiap hari kita minimal melakukan shalat sebanyak lima kali. Dari pagi shalat shubuh hingga shalat isya di malam harinya. Insya Allah setiap selang antara shalat yang satu dengan yang lain kita akan terjaga dari berbuat keji dan munkar kalau kita benar-benar memahami apa itu esensi shalat beserta segala kekhusyukan doa yang kita panjatkan. Sehingga kalau setiap entitas paling fundamental yakni setiap personal sudah terjaga Insya Allah kalau kita generalisasi Bangsa Indonesia yang mayoritas muslim ini akan memiliki perilaku islami dan bermoral. Akhirnya berbagai permasalahan bangsa akan perlahan-lahan tersikapi dan terselesaikan kalau ini benar-benar dilakukan dengan penuh konsistensi dan istiqamah. Hal ini tidaklah mustahil karena perubahan sebesar apapu pasti dimulai dari perubahan yang kecil. Untuk memperbaiki degradasi moralitas bangsa kita mulai dengan memperbaiki setiap pribadi masing-masing.
Phisca Aditya Rosyady
Ketua Bidang Kajian Dakwah Islam PC IPM Imogiri
Ketua Bidang Riset dan Keilmuan PK IMM Al Khawarizmi UGM
Source: Sang Pencerah
Related articles
- Taqiyyah, topeng kemunafikan kaum syi’ah (slideshare.net)
Iklan
Posted in: /Artikel
Posted on Oktober 6, 2013
0